IMUNISASI
Oleh : Emitindira Kusumastuti, Amd. Keb
A.
PENGERTIAN IMUNISASI
Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti
pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa
jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap
dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya
berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi,
terhadap penyakit menular (Theophilus, 2000; Mehl dan Madrona, 2001).
Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri
dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara
kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman
penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh. Kuman termasuk antigen
yang masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti
yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk
membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai
“pengalaman”. Pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai
memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi
dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah
sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, perlu
dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai
tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau
seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Gordon,
2001).
Di Indonesia imunisasi mempunyai pengertian sebagai
tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan
anak, agar terlindung dan terhindar dari penyakit-penyakit menular dan
berbahaya bagi bayi dan anak (RSUD DR. Saiful Anwar, 2002).
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi
adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan
kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit
yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio,
difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.
B.
MANFAAT IMUNISASI
Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit, cacat
dan kematian.
Sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan
kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Di
dunia selama tiga dekade United Nations Childrens Funds (UNICEF)
telah menggalakkan program vaksinasi untuk anak-anak di negara berkembang
dengan pemberian bantuan vaksinasi Dipteria, Campak, Pertusis, Polio,
Tetanus, dan TBC. Bila dibandingkan, risiko kematian anak yang menerima vaksin
dengan yang tidak menerima vaksin kira-kira 1: 9 sampai 1: 4 (Nyarko et
al., 2001).
Di Amerika Imunisasi pada masa anak-anak merupakan
salah satu sukses terbesar dari sejarah kesehatan masyarakat Amerika pada
abad 20. Sejarah mencatat di Amerika Serikat terdapat empat jenis
imunisasi yang berhasil, seperti: Dipteri, Pertussis, Polio, dan Campak (Baker,
2000).
C.
MACAM MACAM IMUNISASI
Imunisasi aktif
adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi
antibodi sendiri.
Contohnya adalah imunisasi
polio atau campak.
Imunisasi pasif
adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar
antibodi dalam tubuh meningkat.
Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada
orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada
bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari
ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap
campak.
Vaksin antara lain untuk penyakit:
1.
Tetanus
Tetanus adalah infeksi akut karena racun yang dibuat dalam
tubuh oleh bakteri Clostridium tetani. Gejala awalnya adalah kaku otot pada
rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,
berkeringat dan demam. Pada bayi terdapat juga gejala berhenti menetek antara
3-28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh
menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia
dan infeks lain yang dapat menimbulkan kematian. Macam vaksinnya adalah
toksoid, diberikan dalam bentuk suntikan.
2.
Meningitis meningokokus (Meningokok)
Penyakit radang selaput otak (meningitis) disebabkan oleh
bakteri Neisseria meningitidis (meningokokus).
3.
Tifoid
Lebih dikenal sebagai penyakit typhus atau demam Tifoid.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi.
4.
Campak (Measle)
Camak adalah penyakit yang di sebabkan oleh virus myxovirus
viridae measles. Disebarkn melalui udara (percikan ludah) sewaktu bersin/batuk
dari penderita. Gejala awal penderita adalah demam, bercak kemerahan, batuk,
pilek, konjunctivitis(mztz merah). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher,
kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah
diare hebat, peradangan pada telinga, dan infeksi saluran nafas (pneumonia).
5.
Parotitis (Mumps) atau gondongan
Parotitis disebabkan oleh virus yang menyerang kelenjar air
liur di mulut, dan banyak diderita anak-anak dan orang muda.
6.
Rubella (campak Jerman)
Rubella merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus,
mengakibatkan ruam pada kulit menyerupai campak, radang selaput lendir, dan
radang selaput tekak.
7.
Yellow fever (demam kuning)
Penyakit ini disebabkan virus yang dibawa nyamuk Aedes dan
Haemagogus.
8.
Hepatitis B
Vaksinasi hepatitis B diperlukan untuk mencegah gangguan
hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Gejalanya yang ada adalah
rasa lemah, gangguan perut, dan gejala lain seperti flu. Urin menjadi kuning,
kotoran menjadi pucat dan warna kuning bias terlihat pula pada mata ataupun
kulit. Penyakit ini bias menjadi kronis dan menimbulkan pengerasan hati.
9.
Japanese B encephalitis
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang menimbulkan infeksi
pada otak. Virus dibawa oleh nyamuk Culex yang hidup di daerah Asia (dari India
Timur ke Korea, Jepang, dan Indonesia).
10. Rabies
Penyakit infeksi pada otak ini disebabkan oleh virus. Vaksin
diberikan melalui suntikan sebanyak 3 kali, yaitu hari ke-0, 7, dan 28.
11. Influenza
Penyakit yang disebabkan oleh virus dari keluarga Orthomyxoviridae ini menimbulkan wabah berulang dengan aktivitas kuat serta kejadian infeksi dan kematian yang tinggi pada semua usia.
Penyakit yang disebabkan oleh virus dari keluarga Orthomyxoviridae ini menimbulkan wabah berulang dengan aktivitas kuat serta kejadian infeksi dan kematian yang tinggi pada semua usia.
D.
JENIS-JENIS IMUNISASI
1.
Imunisasi BCG
Imunisasi BCG berguna untuk mencegah penyakit tuberkulosis
berat. Misalnya TB paru berat. Imunisasi ini sebaiknya diberikan sebelum bayi
berusia 2 – 3 bulan.
Dosis dan cara pemberian
Dosis untuk bayi kurang setahun adalah 0,05 ml dan anak 0,10
ml. Disuntikkan secara intra dermal di bawah lengan kanan atas. BCG tidak
menyebabkan demam.
Tidak dianjurkan BCG ulangan. Suntikan BCG akan meninggalkan
jaringan parut pada bekas suntikan.
Kontraindikasi
BCG tidak dapat diberikan pada pasien pengidap leukemia,
dalam pengobatan steroid jangka panjang, atau pengidap HIV.
Apabila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan,
sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.
Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum
seperti demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat
suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak
perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut.
Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher,
terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak
memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
2.
Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah
lahir. Pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir harus berdasarkan
apakah ibu mengandung virus Hepatitis B aktif atau tidak pada saat melahirkan.
Ulangan imunisasi Hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun.
Apabila sampai usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B
maka diberikan secepatnya.
Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia yang
disebabkan virus Hepatitis B. Penyakit ini sangat menular dan disebabkan virus
yang menimbulkan peradangan pada hati. Pada bayi respon imun alami tidak dapat
membersihkan virus dari dalam tubuh. Kurang lebih 90 persen bayi dan 5 persen
orang dewasa akan terus membawa virus ini dalam tubuhnya setelah masa akut
penyakit ini berakhir.
Seorang wanita hamil pembawa virus Hepatitis B atau
menderita penyakit itu selama kehamilannya, maka dia dapat menularkan penyakit
itu pada anaknya. Paling tidak 3,9% ibu
hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko transmisi maternal kurang
lebih sebesar 45%. Karena itu, vaksinasi hepatitis B merupakan cara terbaik
untuk memastikan bayi terlindungi dari Hepatitis B. Jika tidak dilakukan, hati
akan mengeras dan menimbulkan kanker hati di kemudian hari.
Cara pemberian dan dosis
Imunisasi hepatitis B diberikan sebanyak 3 dosis dengan
dosis pemberian 0,5 ml atau 1 (Buah) HB PID disuntikkan seacra intra muskuler pada
anterolateral paha.
Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya
dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan)
Kontra indikasi
Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembengkakan
di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya
hilang setelah 2 hari
3.
Imunisasi DPT
Imunisasi DPT untuk mencegah bayi dari tiga penyakit, yaitu
difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri Corynebacteriumdiphtheriae
yang sangat menular. Dimulai dengan gangguan tenggorokan dan dengan cepat
menimbulkan gangguan pernapasan dengan terhambatnya saluran pernapasan oleh
karena terjadi selaput di tenggorokan dan menyumbat jalan napas, sehingga dapat
menyebabkan kematian. Selain itu juga menimbulkan toksin atau racun yang
berbahaya untuk jantung.
Batuk rejan yang juga dikenal Pertusis atau batuk 100
hari, disebabkan bakteri Bordetella pertussis. Penyakit ini membuat
penderita mengalami batuk keras secara terus menerus dan bisa berakibat
gangguan pernapasan dan saraf. “Bila dibiarkan berlarut-larut, pertusis
bisa menyebabkan infeksi di paru-paru.” Selain itu, karena si penderita
mengalami batuk keras yang terus menerus, membuat ada tekanan pada pembuluh
darah hingga bisa mengakibatkan kerusakan otak.
Tetanus merupakan penyakit infeksi mendadak yang disebabkan
toksin dari clostridium tetani, bakteri yang terdapat di tanah atau kotoran
binatang dan manusia. Kuman-kuman itu masuk ke dalam tubuh melalui luka goresan
atau luka bakar yang telah terkontaminasi oleh tanah, atau dari gigi yang telah
busuk atau dari cairan congek. Luka kecil yang terjadi pada anak-anak pada saat
bermain dapat terinfeksi kuman ini. Apabila tidak dirawat penyakit ini dapat
mengakibatkan kejang dan kematian. Manusia tidak mempunyai kekebalan alami
terhadap tetanus sehingga perlindungannya harus diperoleh lewat imunisasi.
Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak anak umur dua
bulan dengan interval 4 – 6 minggu. DPT 1 diberikan umur 2 – 4 bulan, DPT 2
umur 3 – 5 bulan, dan DPT 3 umur 4 – 6 bulan. Ulangan selanjutnya, yaitu DPT 4
diberikan satu tahun setelah DPT 3 pada usia 18 – 24 bulan, dan DPT 5 pada usia
5 – 7 tahun. Sejak tahun 1998, DPT 5 dapat diberikan pada kegiatan imunisasi di
sekolah dasar. Ulangan DPT 6 diberikan usia 12 tahun mengingat masih dijumpai
kasus difteri pada umur lebih besar dari 10 tahun. Dosis DPT adalah 0,5 ml
secara intramuskuler.
Imunisasi DPT pada bayi tiga kali (3 dosis) akan memberikan
imunitas satu sampai 3 tahun. Ulangan DPT umur 18 – 24 bulan (DPT 4) akan
memperpanjang imunitas 5 tahun sampai umur 6-7 tahun. Dosis toksoid tetanus
kelima (DPT/DT 5) bila diberikan pada usia masuk sekolah akan memperpanjang
imunitas 10 tahun lagi, yaitu sampai umur 17-18 tahun. Imunisasi ini akan
melindungi bayi dari tetanus apabila anak-anak tersebut sudah menjadi ibu
kelak. Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan tahun berikutnya akan
memperpanjang imunitas 20 tahun lagi.
Kontra indikasi
Gejala- gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru
lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi
pertusis. Anak yang mengalami gejala gejala parah pada dosis pertama, komponen
pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya
dapat diberikan DT
Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas,
demam, kemerahan, pada tempat penyuntikan. Kadang kadang terjadi gejala berat
seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam
setelah imunisasi.
4.
Polio
Untuk imunisasi dasar (4 kali pemberian) vaksin diberikan 2
tetes per oral dengan interval tidak kurang dari dua minggu. Mengingat
Indonesia merupakan daerah endemik polio, sesuai pedoman PPI imunisasi polio
diberikan segera setelah lahir pada kunjungan pertama. Dengan demikian
diperoleh daerah cakupan yang luas.
Pemberian polio 1 saat bayi masih berada di rumah sakit atau
rumah bersalin dianjurkan saat bayi akan dipulangkan. Maksudnya tak lain agar
tidak mencemari bayi lain oleh karena virus polio hidup dapat dikeluarkan
melalui tinja. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisai
polio 4. Selanjutnya saat masuk sekolah usia 5-6 tahun.
Kontra indikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada efek yang berbahaya yang timbul
akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan,
misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat deberikan setelah
sembuh.
Efek samping
Pada umunya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa
paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
5.
Imunisasi DT
Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang
dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus.
Cara pemberian dan dosis
-
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspense menjadi homogen
-
Disuntikkan secara IM atau SC dalam, dengan dosis pemberian
0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia di bwaha 8 tahun. Untuk anak usia 8 tahun
atau lebih dianjurkan imunisasi dengan Td.
Kontra indikasi
Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT
Efek samping
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi
suntikan yang bersifat sementara, kadang-kadang gejala demam.
6.
Imunisasi TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan
aktif terhadap penyakit tetanus.
Cara pemerian dan dosis
-
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspense menjadi homogen
-
Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis
primer yang disuntikkan secara IM atau SC dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml
dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan
berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia
subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis keempat dan kelima diberikan
dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ketiga dan keempat.
Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada
periode TM pertama.
Kontra indikasi
Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT.
Efek samping
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan.
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokas suntikan yang bersifat
sementara, kadang-kadang gejala demam.
7.
Imunisasi Campak
Vaksin campak diberikan dalam satu dosis 0,5 ml disuntikkan
secara subcutan pada lengan kiri atas, pada usia 9-11 bulan. Hanya saja,
mengingat kadar antibodi campak pada anak sekolah mulai berkurang, dianjurkan
pemberian vaksin campak ulangan pada saat masuk sekolah dasar pada usia 5-6
tahun. Biasanya melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Kontra indikasi
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau
individu yand diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfona.
Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
8.
Imunisasi MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan
dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali.
Waktu Pemberian:
I.
Umur / usia 1 tahun 3 bulan
II.
Umur / usia 4-6 tahun
9.
Imunisasi Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus
influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan
infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak.
10. Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar
air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian
secara perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas.
11. Imunisasi HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan
kematian.
12. Imunisasi Pneumokokus Konjugata
Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap
sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat
menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia
(infeksi darah).
E.
RESPON IMUN
Respon imun adalah cara yang dilakukan tubuh untuk memberi
respon terhadap masuknya pathogen atau antigen tertentu ke dalam tubuh. Respon
imun dibedakan menjadi dua yaitu:
Respon Imun Non Spesifik
Respon ini timbul terhadap jaringan tubuh yang rusak atau
terluka. Respon imun non spesifik berupa inflamasi dan fagositosis.
a.
Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi cepat terhadap kerusakan
jaringan. Reaksi ini mencegah penyebaran infeksi ke jaringan lain dan
mempercepat proses penyembuhan. Tanda tanda terjadi inflamasi :
-
Timbul warna kemerahan, disebabkan pembuluh darah membesar
dan meningkatkan aliran darah ke area yang rusak.
-
Timbul panas, disebabkan aliran darah yang lebih cepat.
-
Terjadi pembengkakan.
-
Timbul rasa sakit.
b.
Fagositosis
Dilakukan oleh sel darah putih jenis neutrofil dan monosit.
Proses fagositosis meliputi sel darah putih menelan pathogen.
Respon Imun Spesifik
Respon imun spesifik melindungi tubuh dari serangan pathogen
dan juga memastikan pertahanan tubuh tidak berbalik melawan pertahanan tubuh
itu sendiri. Respon ini timbul dari dua system yang berbeda, yaitu:
a.
Antibody-Mediated Immunity
Respon ini hanya diperantarai antibody dan tidak melibatkan
sel. Antibody akan menyerang bakteri atau virus sebelum pathogen tersebut masuk
ke dalam tubuh. Antibody dihasilkan oleh sel limfosit B dan teraktivasi bila
mengenai antigen yang terdapat pada permukaan sel pathogen, dengan bantuan sel
limfosit T.
Terdapat 3 jenis sel limfosit B:
-
Sel B plasma, mensekresikan antibody ke system sirkulasi
tubuh.
-
Sel B memori, hidup untuk waktu yang lama dalam darah.
-
Sel B pembelah, berfungsi menghasilkan lebih banyak lagi
sel-sel limfosit B.
Aksi antibody terhadap antigen
adalah sebagai berikut:
·
Menyebabkan antigen saling melekat
·
Menstimulasi fagositosis oleh neutrofil
·
Berperan sebagai antitoksin.
·
Mencegah bakteri pathogen melekat pada membrane sel tubuh.
b.
Cell-Mediated Immunity
Merupakan respon imun yang melibatkan sel-sel yang menyerang
langsung organism asing. Sel yang terlibat adalah sel limfosit T, yang ketika
teraktivasi akan mematikan beberapa mikroorganisme.
Beberapa macam sel limfosit T:
-
Sel T pembantu, membantu atau mengontrol system spesifik
lainnya.
-
Sel T pembunuh, menyerang sel tubuh yang terinfeksi dan
sel-sel pathogen yang relative besar secara langsung.
-
Sel T superior, menurunkan dan menghentikan respon imun.
Kelainan pada sistem Imun
·
Autoimunitas
Autoimunitas merupakan penyakit yang
menyebabkan tubuh mengembangkan antibodi pada antigennya sendiri.
Macam antoimunitas adalah artitis reumatik, anemia pernisiosa dan
penyakit adison, lupus.
·
Aids
AIDS merupakan penyakit yang disebabkan karena virus HIV (Human
Immunodefisiency virus), penyakit ini menyerang sistem kekebalan tubuh.
·
Kelainan Genetis
Juga bisa meyebabkan kelainan Sistem Imun dan tidak dapat
disembuhkan.
Tindakan
Pencegahan:
v Vaksinasi
v Pemberian obat-obat yang sesuai
v Pengendalian perantara penyakit
v Meningkatkan kebersihan lingkungan
dan diri sendiri
v Pengenalan terhadap benda asing
LAMPIRAN
Jadwal Imunisasi
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Periode 2004 (Revisi September 2003)
Vaksin
|
Umur pemberian Imunisasi
|
||||||||||||||||
Bulan
|
Tahun
|
||||||||||||||||
Lhr
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
9
|
12
|
15
|
18
|
2
|
3
|
5
|
6
|
10
|
12
|
|
Program Pengembangan
Imunisasi (PPI, diwajibkan)
|
|||||||||||||||||
BCG
|
|||||||||||||||||
Hepatitis B
|
1
|
2
|
3
|
||||||||||||||
Polio
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||||||||||
DTP
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6 dT atau TT
|
|||||||||||
Campak
|
1
|
2
|
|||||||||||||||
Program Pengembangan
Imunisasi Non PPI (Non PPI, dianjurkan)
|
|||||||||||||||||
Hib
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||||||||||||
MMR
|
1
|
2
|
|||||||||||||||
Tifoid
|
Ulangan, tiap 3 tahun
|
||||||||||||||||
Hepatitis A
|
Diberikan 2x, interval
6 - 12bl |
||||||||||||||||
Varisela
|
Keterangan Jadwal Imunisasi IDAI, Periode 2004
Umur
|
Vaksin
|
Keterangan
|
Saat lahir
|
Hepatitis B-1
Polio-0 |
·
HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir,
dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif,
dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan
vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata
dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih
dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
·
Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir
di RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari
transmisi virus vaksin kepada bayi lain).
|
1 bulan
|
Hepatitis B-2
|
·
Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah
1 bulan.
|
0-2 bulan
|
BCG
|
·
BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada
umur >3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu dan BCG
diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
|
2 bulan
|
DTP-1
Hib-1 Polio-1 |
·
DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat
dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1
(PRP-T)
·
Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan.
Hib-1 dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.
·
Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1
|
4 bulan
|
DTP-2
Hib-2 Polio-2 |
·
DTP-2 (DTwP atau DTaP) dapat diberikan terpisah atau
dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T)
·
Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2
·
Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
|
6 bulan
|
DTP-3
Hib-3 Polio-3 |
·
DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3
(PRP-T)
·
Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak
perlu diberikan.
·
Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
|
6 bulan
|
Hepatitis B-3
|
·
HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal
interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
|
9 bulan
|
Campak-1
|
·
Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program
BIAS pada SD kl 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapat MMR pada umur 15
bulan, campak-2 tidak perlu diberikan
|
15-18 bulan
|
MMR
Hib-4 |
·
Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapat imunisasi campak,
MMR dapat diberikan pada umur 12 bln
·
Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).
|
18 bulan
|
DTP-4
Polio-4 |
·
DTP-4 (DTwP atau DTaP) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.
·
Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-5
|
2 tahun
|
Hepatitis A
|
·
Vaksin HepA direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan
dua kali dengan interval 6-12 bulan.
|
2-3 tahun
|
Tifoid
|
·
Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur
>2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3
tahun.
|
5 tahun
|
DTP-5
Polio-5 |
·
DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
·
Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5
|
6 tahun
|
MMR
|
·
Diberikan untuk catch-up imunization pada anak yang belum
mendapat MMR-1
|
10 tahun
|
dT/TT
Varisela |
·
Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan
untuk mendapat imunitas selama 25 tahun.
·
Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.
|
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, Deartemen
Kesehatan RI.2005.Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 TENTANG Pedoman Penyelenggaraan
Imunisasi.Ditjen PP & PL Depkes RI:Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar