KASUS GANGGUAN PSIKOLOGI KEHAMILAN PALSU / PSEUDOSIESIS DAN PENANGANANNYA
A. Contoh kasus pseudosiesis
Seorang
wanita berusia 30 tahun berinisial S. Ia sudah lama ingin merasakan
bagaimana rasanya hamil dan menginginkan kehadiran seorang bayi. Ia dan
suaminya telah melakukan segala cara untuk mendapatkan keturunan, mulai dari
segi medis, spiritual, terapi, termasuk melakukan coitus yang teratur sesuai
instruksi dokter namun hasilnya tetap sama. Mereka belum juga mendapatkan
momongan.
Suaminya
telah pasrah dengan keadaan ini, namun keinginan suhartin untuk segera hamil
membuatnya mengalami proses inhibisi. Dia merasa bersalah kepada suaminya
karena tidak bisa memberikan keturunan. Ia seolah-olah menghukum dirinya
sendiri yang kemudian ia kompensasikan dalam bentuk agresivitas, secara
simultan hingga ia merasakan gejala yang mirip dengan kehamilan pasti.
Ia tidak
datang bulan, payudara, pinggul dan perutnya membesar. Ia sangat bahagia dengan
keadaan tersebut karena ia menganggap dirinya telah hamil. Ketika suaminya
mengajaknya untuk memeriksakan diri kedokter, ia menolak. Ia lebih memilih
menggunakan tes HCG untuk memastikan kehamilannya.
Namun
diluar dugaannya, hasilnya negatif. Belum begitu yakin, ia menerima ajakan
suaminya untuk memeriksakan kehamilannya ke Dokter. Dokter melakukan tes USG
terhadapnya, namun tidak ada kantung kehamilan disana. Suhartin semakin kecewa.
Dokter dan suaminya mencoba menenangkan dan memberikan pengertian kepada
suhartin, namun depresi yang dihadapinya lebih parah daripada peristiwa
abortus.
B. Pengertian pseudosiesis
Pseudosiesis
adalah kehamilan imaginer atau palsu, gejala kehamilan ini secara psikis lebih
berat gangguannya daripada peristiwa abortus. Biasanya gejala yang timbul
seperti tanda hamil yang pasti yaitu berhentinya menstruasi, membesarnya perut, payudara jadi besar, pinggul jadi besar,
perubahan – perubahan kelenjar endokrin, dan lain-lain.
Pada
kehamilan pseudosiesis secara psokologis ada sikap yang ambivalen terhadap
kehamilannya yaitu ingin sekali menjadi hamil, sekaligus di barengi ketakutan
untuk merealisir keinginan punya anak, sehingga terjadi proses inhibisi. Keinginan
– keinginan tersebut dibarengi rasa bersalah dan dorongan untuk menghukum diri
sendiri yang kemudian di kompensasikan dalam bentuk agresivitas, secara
simultan, berbarengan muncul kesediaan untuk tidak menyadari bahwa kehamilannya
ilusi belaka. Oleh komponen yang kontradiktif ini biasanya wanita tidak mau ke
dokter untuk memeriksakan dirinya.
Kehamilan palsu (pseudocysis) adalah suatu keadaan
dimana seseorang wanita berada dalam kondisi yang menunjukkan berbagai tanda
dan gejala kehamilan seperti tidak mendapat menstruasi, adanya mual-muntah,
pembesaran perut, peningkatan berat badan, dan gejala kehamlan lainnya, bahkan
kadang kala hasil tes urin dapat menjadi positif palsu (fals positif), tetapi
sesungguhnya tidak benar-benar hamil (suririna, 2005). Faktor yang sangat
sering berhubungan dengan terjadinya kehamilan palsu adalah fakor
emosional/psikis yang menyebabkan kelenjar pituiteri terpengaruh sehingga
menyebabkan kegagalan system endokrin dalam mengontrol hormon yang menimbulkan
keadaan seperti hamil.
Tanda gejala gangguan
psikologi pseudocyesis
Wanita dengan kondisi pseudocyesis memiliki
kondisi psikologis seperti berikut ini:
a.
Adanya sikap yang ambivalen terhadap kehamilannya, yaitu ingin sekali menjadi
hamil,sekaligus tidak ingin menjadi hamil. Ingin memiliki anak yang
dibarengi dengan rasa takut untuk menetralisasi keinginan mempunyai anak.
b.
Keinginan untuk menjadi hamil terutama tidak
sekali timbul dari dorongan keibuan, akan tetapi khusus dipacu oleh dendam,
sikap bermusuhan, dan harga diri. Sebagai contoh wanita yang steril.
c.
Secara bersamaan muncul kesedian untuk
menyadari, sekaligus kesedian untuk tidak mau menyadari bahwa kehamilannya adalah
ilusi belaka.
d.
Wanita dengan pseudocyesis tidak telepas dari
pseudologi, yaitu fantasi-fantasi kebohongan yang selalu ditampilkan kedepan untuk mengingkari hal-hal yang
tidak menyenangkan.
C.
Pengelolaan
gangguan psikologis pada pseudocyesis
Peristiwa pseudocyesis merujuk pada
peristiwa pseudologia, yaitu fantasi-fantasi kebohongan yang selalu
ditampilkan kedepan untuk mengingkari atau menghindari realita yang tidak
menyenangkan. Wanita pseudoyesis ingin sekali menonjolkan egonya untuk menutupi
kelemahan dirinya, oleh karena itu dipilihlah aliran konseling psikoanalisis
dengan menekankan pentingnya riwayat hidup klien, pengaruh dari
pengalaman diri pada kepribadian individu, serta irosionalitas dan
sumber-sumber tak sadar dari tingkah laku manusia.
Peran konselor dalam hal
ini adalah menciptakan suasana senyaman mungkin agar klien merasa bebas untuk
mengekspresikan pikiran-pikiran yang sulit. Proses ini bisa dilakukan dengan
meminta klien berbaring di sofa dan konselor di belakang (sehingga tidak
terliahat). Konselor berupaya agar klien mendapat wawasan dengan menyelami
kembali dan kemudian menyelesaikan pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan. Dengan
begitu klien diharapkan dapat memperoleh kesadaran diri, kejujuran dan hubungan
pribadi yang lebih efektif, dapat menghadapi ansietas dengan realistis, serta dapat
mengendalikan tingkah laku irasional (lesmana 2006).
Diposkan oleh : Imas Cahyaning Pratiwi, Amd. Keb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar