Oleh :
Euis Agustin Indah Safitri
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu
meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya, setiap menit ada satu
perempuan yang meninggal. Mortalitas dan morbiditas
pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah besar di negara berkembang.
Kematian wanita usia subur di negara miskin sekitar 25-50% disebabkan hal yang
berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor
utama mortalitas wanita usia muda pada masa puncak produktivitasnya (Saifuddin, 2006).
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2007 menunjukkan bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia
adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs), yakni hanya
102/100.000 kelahiran tahun 2015 (Depkes RI, 2010).
Menurut Depkes RI tahun 2007 menjelaskan sekitar
30% kejadian mortalitas pada bayi preterm dengan ibu yang mengalami ketuban pecah dini adalah
akibat infeksi, biasanya infeksi saluran pernafasan (asfiksia). Selain itu,
akan terjadi prematuritas. Sedangkan, prolaps tali pusat dan malpresentrasi
akan lebih memperburuk kondisi bayi preterm dan prematuritas (Depkes RI, 2007).
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 8 - 10%
pada semua kehamilan (Prawirohardjo, 2008). Insiden dari PROM (Premature Rupture of Membrane) yaitu 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm
insidensinya 2% dari semua kehamilan (Fadlun,
2011). Sekitar 30 – 40% persalinan prematur didahului oleh pecah ketuban.
Komplikasi ini merupakan faktor yang signifikan terhadap kemungkinan pesalinan
dan kelahiran prematur. Saat ketuban pecah, 50% ibu akan mengalami persalinan
secara spontan dalam 24 jam dan 80% akan memulai persalinan dalam 48 jam (Liu,
2007).
Data Dikes Provinsi
NTB menyebutkan jumlah kematian ibu pada tahun 2011 sebanyak 130 kasus, sehingga
mengalami sedikit peningkatan dari tahun 2010 sebanyak 113 kasus. Penyebab langsung kematian ibu (32,31%)
karena perdarahan, eklamsia/preeklamsia (29,23%), abortus (3,07%), partus lama (0,76%),
infeksi jalan lahir (3,07%), dan lain-lain (31,53). Untuk di Kota Mataram sendiri
kematian ibu juga mengalami sedikit peningkatan, dimana pada tahun 2010 sebanyak
7 kasus dan pada tahun 2011 tercatat 10 kasus yang terdiri dari perdarahan
(1,53%), infeksi (0,76%), eklamsi/preeklamsi (2,30%) dan lain-lain (3,07%). Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar
merupakan akibat dari adanya komplikasi atau penyulit kehamilan, seperti
febris, korioamnionitis, infeksi saluran kemih, dan sebanyak 65% adalah karena
ketuban pecah dini (KPD) yang banyak menimbulkan infeksi pada ibu dan bayi (Dikes NTB, 2011).
Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Nihayati (2011) didapatkan bahwa angka kejadian Ketuban Pecah Dini di RSUD Praya cenderung mengalami
peningkatan dimana pada tahun 2008 sebanyak 147 kasus, pada tahun
2009 sebanyak 371 kasus dan pada tahun 2010 sebanyak 334 kasus.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agil
(2007) faktor
penyebab terjadinya Ketuban
Pecah Dini adalah pada paritas ibu yang multipara sebesar
37,59%, selain
itu riwayat ketuban pecah dini sebelumnya sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35 tahun mengalami
ketuban pecah dini.
Berdasarkan
studi pendahuluan yang di
lakukan di Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Provinsi NTB, tercatat kejadian Ketuban Pecah Dini
pada
tahun 2009 sebanyak 301 kasus , pada tahun 2010 sebanyak 523 kasus dan pada
tahun 2011 sebanyak 682 kasus
dari 2522 persalinan, atau kira- kira frekuensi
kejadiannya sekitar 27,04 % atau 1 per 4
persalinan (RSUP NTB, 2011).
Ketuban Pecah Dini dari tahun ketahun
selalu mengalami peningkatan. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada ibu dan
janin sehingga akan terjadi peningkatan AKI dan AKB. Upaya yang dapat dilakukan
untuk menurunkan kejadian Ketuban Pecah Dini yaitu dengan cara melakukan
pemeriksaan kehamilan secara rutin untuk mendeteksi sedini mungkin tanda dan
gejala yang dapat menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah Dini, agar dapat
ditanggulangi atau ditangani secara cepat sehingga dapat mengurangi komplikasi
dari Ketuban Pecah Dini tersebut seperti infeksi, persalinan premature dan
lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dan dilihat dari kejadian Ketuban Pecah Dini yang banyak terjadi
pada ibu hamil, maka penulis tertarik untuk penelitian “Apakah
factor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah dini di Ruang
Bersalin RSUP NTB”.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dalam penulisan di atas, maka rumusan
masalah yang akan diteliti adalah “Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
Ketuban Pecah Dini di Ruang Bersalin RSU Provinsi
NTB?”
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan
Umum
Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah
Dini di Ruang Bersalin RSU Provinsi NTB.
1.2.2
Tujuan
Khusus
Mengidentifikasi factor-faktor yang menyebabkan
terjadinya Ketuban Pecah Dini yang meliputi umur, paritas dan ibu dengan
Ketuban Pecah Dini di Ruang
Bersalin RSU Provinsi NTB.
1.3 Manfaat
Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dan berkepentingan.
1.3.1 Institusi RSU Provinsi NTB
Sebagai masukan dan
sumber informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam menangani kasus Ketuban Pecah Dini.
1.3.2
Institusi
Pendidikan
Dapat dijadikan
bahan tambahan dalam pengajaran serta menambah
literature untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah Ketuban Pecah Dini.
1.3.3 Masyarakat
Hasil penelitian dapat menjadi informasi bagi masyarakat mengenai
faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian Ketuban Pecah Dini sehingga dapat bertindak segera
agar tidak terjadi kelainan pada kehamilan.
1.3.4 Peneliti
Mengaplikasikan
materi yang sudah didapat di bangku kuliah dan meningkatkan pengetahuan,
wawasan, mutu pelayanan dalam penanganan Ketuban Pecah Dini, serta menambah pengalaman dalam
penyusunan Proposal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar